Suriah 2025: Mengapa Keadilan dan Perdamaian Masih Jauh dari Harapan
Pembebasan Pelaku Pembantaian atas Nama Rekonsiliasi
Pada Juni 2025, Komite Perdamaian Sipil Suriah membebaskan puluhan mantan tentara rezim Assad, termasuk Fadi Saqr, eks pemimpin Pasukan Pertahanan Nasional di Tadamon. Ia diduga terlibat dalam pembantaian brutal yang terekam dalam video tahun 2013, memperlihatkan 41 warga sipil dibunuh secara sistematis. Pembebasan ini dilakukan atas nama rekonsiliasi nasional, namun justru memicu kemarahan publik dan memperdalam luka para korban.
Proses Keadilan Transisi yang Masih Kabur
Pemerintah transisi Suriah telah membentuk Komisi Nasional untuk Keadilan Transisi, namun langkah-langkah konkret masih minim. Banyak warga, seperti Alaa Bitar dari Idlib yang kehilangan saudaranya di penjara rezim, merasa bahwa pembebasan pelaku tanpa proses hukum yang jelas hanya memperburuk rasa ketidakadilan. Harapan akan keadilan transisi tampak semakin jauh, terutama ketika tokoh-tokoh yang diduga terlibat pelanggaran HAM justru diberi ruang dalam pemerintahan baru.
Luka Perang yang Belum Sembuh
Meski perang Suriah secara resmi berakhir pada akhir 2024, ribuan warga masih dinyatakan hilang. Pembantaian Tadamon menjadi simbol dari kekejaman masa lalu yang belum terselesaikan. Tanpa pengakuan dan pertanggungjawaban, luka kolektif masyarakat Suriah terus menganga. Perdamaian sejati tampaknya mustahil tercapai jika keadilan tetap diabaikan demi stabilitas politik semu.